
China atur pakaian warga. Akibatnya, muncul banyak penentangan yang tidak menyetujui peraturan terbaru negeri Tirai Bambu itu. | WartaBerita.Net -- Ilustrasi: Warga China saat sedang mengenakan pakaian yang "atraktif". (Foto: Getty Images/bbc)
China atur pakaian warga. Akibatnya, muncul banyak penentangan yang tidak menyetujui peraturan terbaru negeri Tirai Bambu itu.
WartaBerita.Net | BEIJING – Undang-Undang kontroversial di China soal pembatasan ucapan dan pakaian yang menimbulkan pro dan kontra mendapatkan sorotan berbagai pihak.
Pada tahun 2023 ini, Pemerintah China memicu kekhawatiran dan protes dari masyarakat setempat setelah merancang sebuah Undang-undang (UU) yang disebut-sebut melarang ucapan dan pakaian yang bersifat “merugikan semangat rakyat China.”
Mengutip dari BBC, bila RUU ini disahkan dapat mengenakan sanksi berat, seperti denda dan penjara, kepada individu yang dinyatakan bersalah.
Namun, hingga saat ini, belum ada klarifikasi resmi mengenai parameter apa saja yang akan dianggap sebagai sebuah bentuk pelanggaran.
China Atur Pakaian Warga, Larang Pakaian dan Simbol yang Melukai Perasaan China
Salah satu aspek yang paling mencolok dari RUU ini adalah larangan terhadap pakaian dan simbol yang dianggap “menghancurkan semangat atau melukai perasaan bangsa China.”
Individu yang melanggar larangan ini dapat menghadapi hukuman penjara selama 15 hari atau denda hingga 5 ribu yuan, setara dengan sekitar Rp10,4 juta berdasarkan asumsi kurs Rp2.089/yuan.
Selain itu, RUU ini juga berlaku bagi individu atau pihak yang membuat atau menyebarkan artikel, ucapan, atau pidato yang dianggap “menghancurkan semangat atau melukai perasaan bangsa China,” yang akan mendapat hukuman serupa.
Namun, RUU ini tidak hanya mencakup pakaian dan ucapan, tetapi juga melarang penghinaan, cacian, atau merusak nama-nama pahlawan lokal dan pahlawan yang gugur, serta merusak patung-patung peringatan di China.
Respons Terhadap Aturan Ini
Respons terhadap RUU ini sangat bervariasi.
Banyak pengguna media sosial dan pakar hukum di China telah mengungkapkan kritik mereka terhadap RUU ini. Masyarakat China bahkan menyerukan pemerintah untuk tidak memberlakukan penegakan hukum yang berlebihan.
Warganet China juga mempertanyakan bagaimana penegak hukum dapat menentukan secara sepihak bagaimana “perasaan” bangsa China “terluka.”
Pertanyaan muncul apakah mengenakan pakaian seperti setelan jas dan dasi dapat dianggap melukai perasaan, atau bahkan, apakah keberadaan Marxisme di China akan dianggap sebagai pelanggaran.

Potensi Pelanggaran Hak Pribadi
Profesor hukum di Chinese University of Political Science and Law, Zhao Hong, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kekurangan kejelasan dalam RUU ini.
Zhao Hong berpendapat bahwa hal ini bisa membawa potensi pelanggaran hak-hak pribadi, terutama jika penegak hukum memiliki pandangan pribadi tentang “luka” dan menilai moral orang lain di luar cakupan hukum.
Telah Muncul Kasus Terdampak
Kasus-kasus konkret telah muncul sebagai contoh dampak dari RUU ini.
Seorang perempuan di kota Suzhou ditahan karena mengenakan pakaian tradisional Jepang, Kimono, yang kemudian dituduh “memicu pertengkaran dan memprovokasi masalah.”
Begitu juga, seorang perempuan yang mengenakan seragam militer Jepang palsu di pasar malam juga ditahan oleh pihak polisi.
Selain itu, pada Agustus lalu, sekelompok orang yang mengenakan pakaian dengan gambar pelangi ditolak masuk ke konser penyanyi Taiwan, Chang Hui-mei, di Beijing.
Semua tindakan ini telah menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana perasaan dan semangat bangsa China yang telah diuji waktu dapat menjadi begitu rapuh.
Mendorong “Nilai-Nilai China”
RUU ini juga merupakan salah satu contoh dari upaya Presiden China, Xi Jinping, untuk mendefinisikan nilai-nilai ideal masyarakat China sejak ia naik ke kepemimpinan pada tahun 2012.
Pada tahun 2019, Partai Komunis China di bawah pimpinan Xi mengeluarkan “panduan moral” yang mencakup petunjuk perilaku, seperti bersikap sopan, berpergian dengan jejak karbon yang lebih rendah, dan memiliki “iman” kepada Xi dan partai.
RUU kontroversial ini telah menciptakan diskusi luas tentang batas-batas kebebasan berbicara, hak individu, dan batasan kekuasaan pemerintah dalam mengatur perilaku warganya.
Sebagian besar masyarakat internasional juga mengamati perkembangan RUU ini dengan cermat, karena implikasinya terhadap hak asasi manusia dan kebebasan individu menjadi perhatian global.
Seiring waktu, kita akan melihat bagaimana RUU ini akan memengaruhi dinamika sosial dan politik di China. [WB]
Temukan berbagai artikel paling menarik, teraktual dan terpopuler lainnya dari WartaBerita.Net di GoogleNews |