
Konflik Jokowi vs Prabowo sepertinya mulai menunjukkan tanda-tanda kemunculan. Konflik ini tentu saja terkait dengan perebutan pengaruh dan kekuasaaan. | WartaBerita.Net -- Prabowo Subianto dan Joko Widodo. (Foto: Antara)
Konflik Jokowi vs Prabowo sepertinya mulai menunjukkan tanda-tanda kemunculan. Konflik ini tentu saja terkait dengan perebutan pengaruh dan kekuasaaan pasca lengsernya Jokowi pada Oktober 2024 mendatang.
WartaBerita.Net | JAKARTA – Pasca Pilpres 2024, tanda-tanda konflik antara Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mulai muncul.
Prof. Henri Subiakto, seorang Guru Besar Ilmu Komunikasi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, mengungkapkan bahwa potensi konflik Jokowi vs Prabowo ini sangat besar dan telah terlihat.
Pakar Soroti Video Terkait Konflik Jokowi vs Prabowo
Henri menyoroti sebuah video yang menunjukkan Jokowi menghindari bersalaman dengan Prabowo setelah keduanya dan para menteri lainnya menyerahkan zakat fitrah di Istana Negara.
Menurut Henri, sebagaimana dikutip WartaBerita.Net pada Selasa (19/03/2024) dari cuitan di akun X miliknya, potensi konflik Jokowi vs Prabowo setelah Pilpres 2024 menarik untuk diperhatikan karena berpotensi menciptakan dinamika politik baru di masa mendatang.
“Potensi konflik antara Jokowi vs Prabowo setelah menang Pilpres itu memang besar. Tanda-tanda ke arah itu sudah mulai kelihatan. Konflik rebutan pengaruh adalah kelaziman dalam politik. Sehingga besar kemungkinan akan terjadi drama-drama politik baru, terkait apa yg akan dilakukan Jokowi dan apa pula yg akan dilakukan Prabowo tentu menarik untuk disaksikan,” ujar Henri melalui cuitannya di X, Senin (18/03/2024) lalu.
Jokowi Harus Manfaatkan Waktu Tersisa
Henri memprediksi bahwa Jokowi akan menggunakan sisa masa jabatannya untuk memperkuat posisinya dan mempertahankan pengaruhnya meskipun tidak lagi menjabat sebagai presiden.
Apalagi, jelas Hendri, Waktu yang Dimiliki Jokowi tidaklah, panjang, hanya berkisar 6 bulan saja.
“Waktu yg dimiliki Jokowi hanya pendek, tinggal 6 bulan masih berkuasa penuh, maka dalam waktu pendek itu dia harus manfaatkan secara efektif agar dia bisa tetap punya power walau tidak lagi jadi presiden,” jelas Henri.
Henri pun menilai Jokowi harus memanfaatkan waktu tersisa itu secara efektif untuk mempertahankan kekuasaannya. Termasuk juga melemahkan kekuatan Prabowo. “Sukur-sukur kalau bisa melemahkan Prabowo dan Gerindra,” tambahnya.
Pakar ilmu komunikasi ini lantas memperkirakan salah satu strategi yang mungkin akan dilakukan PResiden Joko Widodo dalam meredam potensi konflik Jokowi vs Prabowo ini.
Menurutnya, Jokowi bakal membentuk koalisi besar dengan partai-partai lain tanpa melibatkan Gerindra, partai yang dipimpin oleh Prabowo.
“Istana harus segera mewujudkan koalisi besar bersama partai2 yg akan diketuai Jokowi, dengan tidak menyertakan Gerindra di dalamnya,” jelasnya.
Lanjutan Strategi Politik
Lebih lanjut, Henri mengatakan, bahwa konflik Jokowi vs Prabowo ini merupakan kelanjutan strategi politik 2024.
“Ini lanjutan strategi politik Pemilu 2024, dimana partai Gerindra dibuat anomali. Ketumnya jadi capres dengan kemenangan suara 58%, tapi partainya sendiri perolehan suaranya merosot di bawah 15%. Seakan Pasangan Prabowo Gibran tidak berpengaruh ekor jasnya pada perolehan Gerindra. Malah yang naik drastis justru Golkar. Partai yg sedang jadi sorotan karena ditengarai akan diambil alih oleh ‘kekuatan Jokowi’,” lanjutnya.
Henri menyoroti perihal merosotnya perolehan suara Gerindra dan naiknya suara Golkar.
Menurut pandangan Henri, hal tersebut semakin menunjukkan bahwa pemenang Pilpres 2024 bukan Prabowo melainkan Jokowi.
“Kemenangan terjadi karena usaha dan strategi Jokowi yang secara terbuka membela Pasangan Prabowo Gibran dengan berbagai cara. Tentu hal ini bagi Prabowo dan Gerindra serta pendukungnya harus menyadari, dan harus terus menghormati, bahkan tunduk pada politik Jokowi,” paparnya.
Henri mengungkapkan, Prabowo sebenarnya belum tentu menyukai Gibran Rakabming Raka, putra sulung Jokowi yang menjadi cawapres pendampingnya. Namun, katanya, Prabowo terpaksa harus menerimanya demi memanfaatkan power Jokowi untuk memenangkan Pilpres 2024.
“Nanti setelah dilantik jadi Presiden RI, tentu Prabowo ingin berkuasa penuh. Gak mungkin mau ada matahari kembar. Di situlah bibit konflik rebutan power antara Jokowi dan Prabowo sulit dielakkan,” jelasnya.
Terakhir, Henri menyampaikan, saat ini Jokowi tinggal punya waktu 6 bulan untuk “melemahkan” Prabowo.
“Kita lihat saja drama politik seperti apa yang akan terjadi setelah periode honeymoon politik keduanya selesai. Apa masih tetap akrab saling dukung dengan kesepakatan, atau malah masuk periode saling tikam? Kita lihat saja,” jelas Henri.
“Kalau lihat video ini kasihan juga pak Prabowo yg dicuekin Jokowi. Bibit bibit konflik memang sulit terhindarkan,” tutupnya.
Sebagai catatan, penekanan Henri pada potensi konflik antara Jokowi dan Prabowo menjadi catatan penting dalam dinamika politik Indonesia pasca Pilpres 2024. Dengan melihat berbagai faktor politik yang terlibat, masalah ini kemungkinan akan terus menjadi perhatian publik dalam waktu yang akan datang. [WB]
Temukan berbagai artikel paling menarik, teraktual dan terpopuler lainnya dari WartaBerita.Net di GoogleNews |