

WartaBerita.Net | JAKARTA — Cap teroris yang disematkan untuk KKB Papua oleh pemerintah beberapa waktu lalu memiliki konsekuensi hukum dan politik yang perlu dipertimbangkan dengan serius.
Demikian hal tersebut diungkapkan oleh DPR, Sabtu (1/5/2021).
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari menyoroti soal penetapan Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TNPPB-OPM) sebagai organisasi teroris.
Dirinya mengatakan penetapan organisasi teroris untuk TPNPB-OPM memiliki konsekuensi hukum dan politik untuk penanganan masalah konflik Papua di masa mendatang. “Ada konsekuensi hukum dan politik terhadap masing-masing penggunaan istilah yang diberikan,” ujar politikus Nasdem itu.
Penetapan organisasi teroris bisa dipahami
Taufik Basari dapat memahami pertimbangan pemerintah terkait keputusan itu, karena TNPPB-OPM sering kali melakukan tindak kekerasan dan pembunuhan terhadap masyarakat sipil yang mengakibatkan teror dan ketakutan.
Sementara, politikus Partai NasDem itu menyadari dari sisi politik, keputusan pemerintah memberikan redefinisi terhadap TNPB-OPM itu terkait strategi penanganan gerakan separatis bersenjata di Papua, dan juga sebagai bahan diplomasi. Pasalnya, organisasi TNPB-OPM mendapatkan perhatian dunia internasional.
Gerakan separatis yang awalnya sebagai pemberontakan (insurgent) dapat menjadi belligerent (negara yang berperang) yang bisa diakui sebagai subyek hukum internasional apabila gerakan tersebut makin terorganisir, meluas, dan mampu menguasai suatu wilayah. Di sisi lain, penumpasan gerakan pemberontakan bersenjata dihadapi secara militer.
Penanganan militeristik ini dapat melokalisir konflik menjadi ‘kombatan melawan kombatan’ dan memisahkan masyarakat sipil dari konflik bersenjata yang terjadi. Penyebutan pemberontak dalam beberapa hal dapat memudahkan proses dialog ataupun penyelesaian melalui perundingan tetapi berisiko juga untuk memperbesar dukungan baik dari dalam negeri maupun luar negeri kepada para pemberontak.

Kekhawatiran
Tetapi, di sisi lain, politikus Nasdem itu juga mengkhawatirkan cap teroris justru akan menyulitkan pemisahan antara kombatan dengan masyarakat sipil dalam penanganannya.
Dirinya pun mewanti-wanti agar prinsip kehati-hatian tetap diutamakan diiringi profesionalisme aparat.
“Jangan sampai ada stigma rasial yang muncul atau dimunculkan kelompok tertentu terhadap upaya menangani konflik ini, karena itulah prinsip kehati-hatian dan humanis tetap harus dikedepankan,” tuturnya.
“Saya berharap agar Polisi dan TNI selalu bertindak profesional, berpedoman kepada hukum dan HAM serta berhati-hati dan cermat dalam menggunakan senjata agar tidak ada korban sipil yang terdampak. Di sisi lain, pemerintah tetap harus menggunakan pendekatan dialog yang humanis dengan masyarakat Papua,” sambungnya.
Penyebutan KKB
Lebih lanjut, Taufik menjelaskan, bahwa pilihan penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) untuk mendomestifikasi penanganan hukum gerakan bersenjata itu. Pasalnya, apabila disebut pemberontak maka pada level tertentu TNPB-OPM dapat melakukan diplomasi untuk memperoleh status subyek hukum internasional.
“Saya melihat penyebutan pemberontak ini dihindari oleh pemerintah, karena pemerintah khawatir akan menghadapi kesulitan diplomasi apabila gerakan ini sampai diakui sebagai belligerent, meskipun sebenarnya tidak mudah mendapatkan status tersebut. Oleh karena itu penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dalam konteks ini dapat dikatakan lebih strategis bagi pemerintah,” tuturnya.
Penyebutan KKB membuat gerakan ini dipandang sebagai gerakan kriminal. Status sebagai KKB juga berarti TNPPB-OPM bukan pemberontak.
Dengan demikian, penindakan berupa penegakan hukum terhadap para pelaku kriminal dilakukan oleh aparat penegak hukum, yakni kepolisian.
Penanganannya pun harus berpedoman kepada hukum acara pidana. Sementara itu, secara pararel dialog tetap bisa dilakukan dengan para tokoh Papua untuk mencari jalan keluar bagi Papua yang damai dan membangun rakyat Papua yang maju dan sejahtera.
Pemerintah beri label teroris
Menko Polhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu mengatakan kelompok kriminal bersenjata atau KKB yang melakukan kekerasan di Papua dikategorikan sebagai teroris.

Dalam penjelasannya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa kelompok kriminal bersenjata atau KKB di Papua dikategorikan sebagai teroris.
Kategori itu berdasarkan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. [WB]