Oleh: Bambang Soesatyo*
WartaBerita.Net | JAKARTA – SMARTMETROPOLIS, yang akan menjadi wujud ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur, menuntut peningkatan dan penyempurnaan konektivitas di dalam negeri agar tidak ada lagi kesenjangan digital daerah dengan pusat pemerintahan negara. Penyempurnaan konektivitas nasional menjadi keharusan karena diterapkannya sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) atau e-government.
Mekanisme kerja IKN yang smartmetropolis dan berbasis SPBE itu tentu saja serba digital. Maka, demi efisiensi dan efektivitas, IKN harus terkoneksi dengan semua pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kecamatan hingga pemerintah desa di berbagai pelosok tanah air. Dan sebaliknya, semua pemerintah daerah hingga tingkat desa pun harus terkoneksi dengan IKN.
Konsekuensi logisnya, tidak boleh ada lagi kesenjangan digital. Tidak boleh lagi ada wilayah atau pelosok desa tanpa jaringan internet (blankspot) yang akan menghambat digitalisasi. Sebab, dengan mekanisme SPBE, pemerintah menggunakan teknologi informasi untuk menyediakan dan memberi informasi serta layanan publik, termasuk informasi dan layanan ekonomi serta bisnis.
Mudah dipahami bahwa dengan menerapkan SPBE, negara ingin birokrasi pemerintah dari tingkat pusat di IKN hingga daerah dan desa bisa menghadirkan kinerja yang mumpuni, efisien, efektif dan responsif, sebagaimana yang diharapkan semua komunitas. Tidak kalah pentingnya adalah setiap komunitas memiliki akses untuk menyimak ragam informasi maupun layanan publik dari pemerintah. Sudah barang tentu, dengan mekanisme SPBE, peluang dan ruang untuk berperilaku korup menjadi semakin kecil.
Sudah menjadi catatan bersama bahwa ketentuan tentang e-government telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Berpijak pada peraturan Presiden tentang SPBE itulah wujud IKN baru menjadi smartmetropolis. Tugas pokok dan fungsi IKN sudah barang tentu melayani, berkomunikasi serta berkoordinasi dengan semua otoritas pemerintah daerah hingga desa.
Dengan begitu, tuntutan percepatan transformasi digital yang serentak menjadi tak terhindarkan. Untuk kepentingan strategis itulah peta jalan (roadmap) digital Indonesia hendaknya segera memastikan tidak ada lagi wilayah atau pelosok desa tanpa jaringan internet. Akan menjadi sangat ideal jika semua pelosok tanah air sudah terjangkau jaringan internet sebelum IKN berfungsi penuh menjalankan Tupoksi-nya.
Mewujudkan Keterjangkauan jaringan internet berskala nasional tidak semata-mata demi terwujudnya transformasi digital yang serentak di semua wilayah dan komunitas, melainkan juga demi terwujudnya konektivitas IKN dengan otoritas pemerintahan di semua wilayah, dari tingkat provinsi, kabupaten hingga pemerintahan desa di pelosok-pelosok.
Sejauh ini, upaya dan kesigapan pemerintah mengatasi kesenjangan digital layak diapresiasi. Pemerintah membangun jaringan kabel serat optik sepanjang 342.000 kilometer di darat dan laut. Inilah tulang punggung konektivitas nasional untuk mendukung pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), telah tersedia sembilan satelit telekomunikasi, microwave link, dan jaringan fiber-link untuk mendukung kebutuhan telekomunikasi dan digital. Tidak kurang dari 500.000 Base Transceiver Stations (BTS) juga telah dibangun agar sinyal 4G bisa menjangkau berbagai daerah, termasuk daerah terpencil. Selain itu, pemerintah juga telah meluncurkan operasi komersial sinyal 5G di sembilan kota.
Pencapaian itu prospektif. Namun, masih ada fakta tentang kesenjangan digital yang tentu saja harus disikapi dan ditanggapi. Hingga Oktober 2022, sedikitnya masih 9.113 wilayah belum terjangkau jaringan internet. Kemenkominfo sendiri juga mencatat bahwa tidak kurang dari 12.548 desa dan kelurahan belum mendapatkan layanan internet.
Area blankspot itu tak hanya pada wilayah terluar, terpencil, dan terdepan (3T), melainkan juga masih dialami banyak wilayah komersiel. Itu sebabnya, otoritas di sejumlah daerah masih sering mempersoalkan ketiadaan jaringan internet karena menghambat masyarakat setempat untuk segera bertransformasi digital.
Contoh kasus Kabupaten Lebak layak dikedepankan. Pada Kabupaten di Provinsi Banten yang lokasinya tidak jauh Jakarta ini, masih ada ratusan titik blankspot. Menurut otoritas setempat, per November 2022, tak kurang dari 150 titik di Lebak belum terkoneksi jaringan internet. Terbanyak di Lebak Selatan.
Kalau kondisi di kabupaten Lebak saja masih seperti itu, gambaran lebih suram tentu dialami banyak wilayah di Indonesia bagian Tengah dan Timur, seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, hingga Maluku dan Sulawesi. Badan Layanan Umum Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (BLU BAKTI) Kemenkominfo sudah menargetkan tidak ada lagi wilayah tanpa jaringan internet pada 2024. Semua komunitas tentu berharap target itu bisa diwujudkan.
Memang, karena faktor geografis, menyempurnakan atau merampungkan konektivitas nasional melalui jaringan internet bukan pekerjaan mudah. Gambarannya adalah rumitnya keharusan membangun infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sekitar 17.000 pulau. Kendati tidak mudah, cepat atau lambat, konektivitas nasional melalui jaringan internet harus diwujudkan.
Alasan utamanya adalah keharusan menerapkan SPBE dan faktor IKN yang smartmetropolis itu. Alasan lain yang tidak kalah strategisnya adalah memberi dukungan kepada semua komunitas di semua pelosok tanah air untuk segera bertransformasi digital.
Sebagaimana dipahami bersama, mendorong percepatan transformasi digital pada berbagai aspek kehidupan bersama tidak berhenti pada pekerjaan menyediakan jaringan internet di semua wilayah tanah air. Masih ada sejumlah aspek dari proses digitalisasi yang tak boleh luput dari perhatian bersama. Misalnya, aspek keamanan siber (cyber security), hingga kebutuhan akan talenta digital (digital talent) yang tidak sedikit.
Kalau mekanisme kerja di IKN baru serba digital, aspek keamanan siber-nya sudah barang tentu menghadirkan tantangan yang tidak kalah seriusnya. Semua dokumen negara-bangsa, termasuk yang berklasifikasi rahasia, tentu saja harus terlindungi.
Itu sebabnya, Pokok-Pokok Halauan Negara (PPHN) yang sedang dirumuskan MPR RI juga memberi catatan khusus tentang IKN dan digitalisasi.
———-
*Penulis adalah Ketua MPR RI, Wakil Ketua Umum Partai Gokar, Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAD, Dosen Tetap Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka [WB]
Temukan berbagai artikel paling menarik, teraktual dan terpopuler lainnya dari WartaBerita.Net di GoogleNews |