Fenomena La Nina menjadi tantangan baru yang muncul setelah El Nino perlahan menghilang. Bagaimana persiapan pemerintah RI dalam menghadapinya?
WartaBerita.Net | JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, Indonesia akan menghadapi tantangan iklim baru yang bisa mengganggu produktivitas bahan pangan, yaitu fenomena LA Nina.
Fenomena iklim tersebut akan muncul setelah Indonesia menghadapi fenomena El Nino beberapa waktu lalu.
Fenomena La Nina Kebalikan dari El Nino
El Nino sendiri ialah anomali suhu permukaan laut di wilayah Pasifik Tengah Ekuator positif atau lebih panas dari rata-ratanya.
Sementara La Nina adalah kondisi anomali suhu kebalikan El Nino. Pengaruh El Nino terhadap curah hujan di Indonesia ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya kondisi suhu perairan wilayah Indonesia.
El Nino berpengaruh terhadap pengurangan curah hujan secara signifikan bila bersamaan dengan kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin (anomali negatif). Namun, bila kondisi suhu perairan lebih hangat (anomali positif), El Nino tidak signifikan mempengaruhi curah hujan di Indonesia.
Sebabkan Peningkatan Curah Hujan
Sementara itu, La Nina secara umum menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat apabila disertai dengan menghangatnya suhu permukaan laut di perairan Indonesia.
Pengaruh El Nino dan La Nina juga tergantung musim. Mengingat luasnya wilayah Indonesia, dampak El Nino /La Niña tidak merata atau seragam di seluruh wilayah.
Karena iklim itu sangat mempengaruhi kondisi lahan pangan maupun produktivitasnya, otoritas terkait telah mempersiapkan langkah antisipasi.
Antisipasi Bapanas
Dari pihak pemerintah, berbagai persiapan menghadapi fenomena La Nina dengan segala kemungkinannya pun tengah dipersiapkan.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) salah satunya, dengan menyiapkan koordinasi bersama Kementerian Pertanian (Kementan) untuk melakukan manajemen tanam yang disesuaikan dengan prediksi BMKG.
“Termasuk bagaimana menjadwalkan agar tanam dan panennya tepat berdasarkan peta-peta yang sudah diprediksi BMKG,” kata Kepala Biro Perencanaan, Kerjasama dan Humas Bapanas Budi Waryanto kepada wartawan saat ditemui di Hotel Grandhika Jakarta, dikutip Minggu (31/3/2024).
Selain itu, Budi menyebut, pemerintah juga akan melakukan pemantauan khusus pada daerah sentra hortikultura, seperti sentra cabai dan sentra bawang merah di Brebes, Solo dan daerah lainnya.
Daerah-daerah ini nantinya, akan diberikan perhatian khusus untuk memastikan produksi tetap berjalan baik di tengah berjalannya efek fenomena La Nina.
Kemudian, Bapanas juga akan menyiapkan bantuan cool storage atau mesin pendingin di daerah sentra produksi.
Dengan demikian, saat musim panen produk hortikultura itu bisa disimpan di cold storage. Dengan demikian, produk-produk tersebut tidak cepat membusuk.
“Kami juga sedang menambah cold storage ke wilayah konsumen, karena hortikultura kan sifatnya mudah rusak,” ujarnya.
Pasalnya, fenonema La Nina yang akan meningkatkan curah hujan. Dengan demikian kondisi udara yang basah sangat memungkinkan mempercepat proses pembusukan produk-produk hortikultura. Terlebih, produk-produk tersebut pun bakal meningkat secara kuantitas di tengah musim panen mendatang.
Budi menilai, dengan manajemen penanaman yang baik serta dibantu dengan teknologi, maka dampak La Nina terhadap beberapa komoditas pangan dapat teratasi.
Masyarakat pun, lanjutnya, akan tetap bisa mendapatkan kepastian stok dan harga yang terjangkau. Hal ini penting demi menjaga stabilitas harga di pasar.
Pihak BMKG
Sebelumnya, BMKG mengungkapkan El Nino akan segera menuju masa netral. Nantinya fenomena itu akan digantikan dengan La Nina.
“El Nino diprediksi akan segera menuju netral pada periode Mei, Juni, Juli 2024,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.
Fenomena La Nina diperkirakan akan muncul mulai Juli 2024. Nantinya akan melemah setelah triwulan ketiga pada Juli hingga September mendatang.
Sejumlah prediksi juga memperkirakan hal serupa terkait munculnya Fenomena La Nina pada tahun 2024 ini. Salah satunya diungkapkan oleh Institute for Climate and Society (IRI).
“Namun peluang klimatologisnya (La Nina) mencapai musim panas Boreal 2024 (Juni-September), La Nina menjadi kategori yang paling mungkin terjadi pada Juli-September 2024 dan seterusnya,” demikian keterangan resmi IRI. (sumber: CNBC)
[WB]
Temukan berbagai artikel paling menarik, teraktual dan terpopuler lainnya dari WartaBerita.Net di GoogleNews |